Sunday, April 19, 2015

LARANGAN TAQLIQ BUTA

#Kejadian
(1)
Suatu hari seorang teman sekaligus tetangga(sebut saja si A) menyampaikan kabar mengejutkan tentang teman saya lainnya(sebut si B). Si A berbicara seolah-olah semua keburukan ada pada si B dan semua kebaikan ada pada si A. Kening saya berkerut. Dan tentu saja si A merespon dengan semangat berapi-api menceritakan hal-hal yang diketahuinya. Lalu saya sedikit manggut-manggut dan kembali melanjutkan aktifitas  dengan meninggalkan ekspresi horror. ”Masa sih? Haa?”

Sekitar beberapa waktu kemudian, saya bertemu dengan si B di sebuah toko kelontong. Entah bermimpi apa semalam, si B tiba-tiba nyerocos bercerita tentang teman saya si A. Kedua cerita mereka saling bertentangan. Si B dengan semangat yang tak kalah tinggi pula berusaha memperoleh simpati dan dukungan saya.

Intinya, satu  bercerita tentang keburukan lainnya, dan yang lain bercerita tentang keburukan satunya. Saya mulai takut menanggapi percakapan-percakapan tersebut. Saya merenung beberapa waktu.

(2)
Baru-baru ini kita sering melihat, mendengar dan membaca berita-berita politik, ekonomi dan sosial yang simpang siur di media cetak, televisi dan juga media online.

Satu pihak menghujat pihak lainnya. Saling menjatuhkan. Saling mencari pembenaran diri dan kelompok untuk melindungi kepentingannya masing-masing.Sementara pembaca dan pemirsa menjadi korban ketidak-akuratan sumber berita dan media.

Lagi-lagi ini membuat saya kembali merenung.
 Entah kenapa ketika membaca di media online, saya lebih tertarik membaca komen dari pada membaca inti berita.Si komentator yang langsung koar koar tanpa mencerna baik-baik isi berita. Ada pula yang mengambil dan meneliti dari beberapa sumber, pengalaman, lalu menelaah isi berita kemudian baru memberikan komentar.

#Bahasan

Kejadian-kejadian seperti di atas itu juga sering saya temui pada pembahasan masalah-masalah agama dan kepercayaan.

Tokoh dari agama satu menghujat agama lain. Tokoh kepercayaan satu menyerang kepercayaan lain.Bahkan dalam satu agama/kepercayaan, perbedaan mahzab dan aliran seringkali menanamkan benih-benih kebencian dan menuai permusuhan.

Itulah sebabnya saya ingin sedikit membahas kejadian-kejadian tersebut di atas dan merunutkan permasalahan yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari dengan larangan taqliq buta. Saya hanya akan membahas masalah umumnya saja dan bukan spesifikasi pada permasalahan seputar agama, sebab ilmu yang saya miliki sangat-sangatlah dangkal.

#Taqliq Buta

Dalam ajaran agama islam larangan ini tercantum jelas dalam beberapa hadist. Saya kutip di antaranya:

1. Ucapan al-Imam Abu Hanifah an-Nu'man bin Tsabit رحمه الله yang mengharuskan untuk mengambil hadits dan meninggalkan taklid kepada pendapat para ulama yang menyelisihi hadits tersebut.
Beliau mengatakan, "Apabila hadits itu shohih maka itulah madzhab saya."Beliau juga mengatakan, "Tidaklah halal bagi seseorang untuk mengambil semua ucapan kita, selagi dia tidak mengetahui dari mana kita mengambil ucapan tersebut."
 Dalam riwayat yang lain beliau mengatakan, "Haram bagi orang yang tidak mengetahui dalilku untuk berfatwa dengan ucapanku."

2. Ucapan al-Imam Malik bin Anas رحمه الله"Saya adalah seorang manusia biasa, terkadang saya benar dan salah, maka lihatlah terhadap pendapatku kalau sesuai dengan al-Kitab dan as-Sunnah maka ambillah, jika menyelisihi al-Kitab dan as-Sunnah maka tinggalkanlah ucapan tersebut."

Suatu permasalahan  yang belum diketahui  kepastiannya terhadap suatu ajaran dan ilmu,  , meskipun yang mengatakannya adalah saudara, sahabat, alim ulama bahkan seorang pemimpin sekalipun =>kita dilarang untuk mempercayainya begitu saja tanpa dalil atau bukti-bukti dan sumber yang dapat dipercaya.

=>Sungguh perbuatan taqlid dan menuruti seseorang tanpa ilmu amatlah dicela dan dikeji oleh agama Islam yang mulia.

=> sabda Nabi SAW dibawah ini yg artinya “Janganlah kamu menjadi orang yg ikut-ikutan dgn mengatakan kalau orang lain berbuat kebaikan kami pun akan berbuat baik dan kalau mereka berbuat kezaliman kami pun akan berbuat kezaliman. Tetapi teguhkanlah dirimu dgn berprinsip kalau orang lain berbuat kebaikan kami berbuat kebaikan pula kalau orang berbuat kejahatan kami tidak ikut melakukannya.

=> " فَاسْأَلُوْا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُم لاَ تَعلَمُونَ" (النحل: 43) " Bertanyalah kamu kepada orang yang mengerti jika kamu tidak mengetahui" (Surah An-Nahl : 43). (Untuk pemahaman lebih mendalam boleh merujuk Tafsir Ibn Katsir bagi ayat ini.

#Kesimpulan

Kita dilarang menelan mempercayai begitu saja dan menelan mentah-mentah semua perihal yang berhubungan dengan ilmu, ucapan dan tingkah laku seseorang, apalagi jika yang disampaikan itu mengarah pada ghibah dan fitnah.

Pernyataan atau perbuatan yang dilontakan seseorang (termasuk saya) kemungkinan besar telah diselimuti nafsu dan pembenaran diri.

Kita tidak dianjurkan serta merta percaya dan menuruti/mempercayai semua perkataannya. Dibutuhkan kajian-kajian, pengamatan dan pengumpulan bukti-bukti dri sumber yang bisa dipercaya, lalu barulah bisa disimpulkan bahwa itu sebuah kebenaran.


~*~ Semoga bermanfaat

No comments:

Post a Comment